Sunday 27 April 2008

Surat Pembaca

Dewasa ini, seiring dengan kebebasan pers yang berlangsung sejak era reformasi. Peran Surat Pembaca (SP) yang ada pada media cetak turut pula terangkat. Kalau dulu SP hanya sekadar opini masyarakat yang disampaikan lewat media massa, saat ini perannya juga sebagai penekan pada kelompok tertentu dan pembentuk opini.
Seringkali ketidakpuasan seseorang atau konsumen terhadap layanan instansi atau lembaga yang disampaikan melalui media, mendapat jawaban atau tanggapan yang baik.
Memang tidak semua jawaban (yang merupakan hak jawab) tadi bisa memberikan kepuasan pada individu atau konsumen, namun dari sini kita bisa melihat budaya dan tanggung jawab yang berkembang pada perusahaan itu.
Dari sisi kehumasan, apapun materi Surat Pembaca, baik yang berisi keluhan, kritik maupun pujian, sebenarnya bisa dijadikan soft campaign yang mendukung image positif mengenai perusahaan. Tinggal bagaimana humas melakukannya, ini yang akan kita bicarakan.

Seperti halnya di dunia nyata, selalu ada sisi baik dan buruk, ada cara halus dan cara kasar....begitu pun dalam humas....
Nah, pilihan ini yang saya maksud budaya perusahaan...dan apa yang akan saya ungkapkan di sini adalah hasil pengamatan dan juga beberapa pengalaman langsung, mengenai apa yang dilakukan humas....

HUMAS BAIK
Humas akan melakukan tindakan internal berupa pencarian fakta, dan dengan segera menyusun tim untuk mengatasi masalah yang muncul. Bila keluhan standar pelayanan, biasanya sudah ada prosedur tetap. Baru kemudian humas menghubungi konsumen untuk mengklarifikasi permasalahan atau ketidakpuasan yang terjadi. Bila memang kesalahan dari pihak perusahaan, biasanya ada permohonan maaf dan pemberian kompensasi atau penggantian produk, sebagai pengganti rasa kecewa.
Pada dasarnya, tipe konsumen di Indonesia kebanyakan adalah konsumen yang baik dan tidak banyak menuntut...
Langkah berikutnya bisa dengan memberikan hak jawab atau bisa juga konsumen kita minta untuk mengirim Surat Pembaca kembali dengan isi ucapan terimakasih dan menyatakan permasalahan telah diselesaikan dengan baik...

HUMAS BURUK
Dengan kasus serupa, humas tidak melakukan cek internal dan langsung memutarbalik fakta. Parahnya, langsung menyalahkan konsumen atau pihak toko. Bisa saja berdalih sudah berusaha menghubungi nama, alamat dan telepon, tapi tidak menemukan yang bersangkutan, kemudian menulis Surat Pembaca, bahwa penulis keluhan tersebut fiktif. Padahal syarat pemuatan Surat Pembaca adalah copy KTP.
Ada pula yang masih memakai cara kuno dengan mengintimidasi konsumen, yang akhirnya konsumen mengirim surat pembaca berisi permohonan maaf karena terjadi kesalahpahaman...

Yang sering terjadi
HUMAS BAIK TAPI BURUK (apa lagi nih?)

Wednesday 3 October 2007

Mengapa feature?


oleh : Farid Gaban


Secara kasar karya jurnalistik bisa dibagi menjadi tiga:

Straight/spot News — berisi materi penting yang harus segera
dilaporkan kepada publik (sering pula disebut breaking news)
News Feature — memanfaatkan materi penting pada spot news, umumnya
dengan memberikan unsur human/manusiawi di balik peristiwa yang hangat
terjadi atau dengan memberikan latarbelakang (konteks dan perspektif)
melalui interpretasi.
Feature — bertujuan untuk menghibur melalui penggunaan materi yang
menarik tapi tidak selalu penting.

Dalam persaingan media yang kian ketat tak hanya antar media cetak
melainkan juga antara media cetak dengan televisi, straight/spot news
seringkali tak terlalu memuaskan. Spot news cenderung hanya berumur
sehari untuk kemudian dibuang, atau bahkan beberapa jam di televisi.
Spot news juga cenderung menekankan sekadar unsur elementer dalam
berita, namun melupakan background.

Kita memerlukan berita yang lebih dari itu untuk bisa bersaing. Kita
memerlukan news feature — perkawinan antara spot news dan feature.

Karena tradisi ini relatif baru, kita perlu terlebih dulu memahami apa
unsur-unsur dan`aspek mendasar dari feature.

Apakah feature?
Inilah batasan klasik mengenai feature: ”Cerita feature adalah
artikel yang kreatif, kadang kadang subyektif, yang terutama
dimaksudkan untuk membuat senang dan memberi informasi kepada pembaca
tentang suatu kejadian, keadaan atau aspek kehidupan.”

Kreatifitas
Berbeda dari penulisan berita biasa, penulisan feature memungkinkan
reporter ”menciptakan” sebuah cerita.

Meskipun masih diikat etika bahwa tulisan harus akurat — karangan
fiktif dan khayalan tidak boleh — reporter bisa mencari feature dalam
pikirannya, kemudian setelah mengadakan penelitian terhadap gagasannya
itu, ia menulis.

Subyektivitas
Beberapa feature ditulis dalam bentuk ”aku”, sehingga memungkinkan
reporter memasukkan emosi dan pikirannya sendiri. Meskipun banyak
reporter, yang dididik dalam reporting obyektif, hanya memakai teknik
ini bila tidak ada pilihan lain, hasilnya enak dibaca.

Tapi, reporter-reporter muda harus awas terhadap cara seperti itu.
Kesalahan umum pada reporter baru adalah kecenderungan untuk
menonjolkan diri sendiri lewat penulisan dengan gaya ”aku”.
Kebanyakan wartawan kawakan memakai pedoman begini: ”Kalau Anda bukan
tokoh utama, jangan sebut-sebut Anda dalam tulisan Anda.”

Informatif
Feature, yang kurang nilai beritanya, bisa memberikan informasi kepada
masyarakat mengenai situasi atau aspek kehidupan yang mungkin
diabaikan dalam penulisan berita biasa di koran. Misalnya tentang
sebuah Museum atau Kebun Binatang yang terancam tutup.

Aspek informatif mengenai penulisan feature bisa juga dalam
bentuk-bentuk lain. Ada banyak feature yang enteng-enteng saja, tapi
bila berada di tangan penulis yang baik, feature bisa menjadi alat
yang ampuh. Feature bisa menggelitik hati sanubari manusia untuk
menciptakan perubahan konstruktif.

Menghibur
Dalam 20 tahun terakhir ini, feature menjadi alat penting bagi
suratkabar untuk bersaing dengan media elektronika.

Reporter suratkabar mengakui bahwa mereka tidak akan bisa
”mengalahkan” wartawan radio dan televisi untuk lebih dulu sampai ke
masyarakat. Wartawan radio dan TV bias mengudarakan cerita besar hanya
dalam beberapa menit setelah mereka tahu. Sementara itu wartawan koran
sadar, bahwa baru beberapa jam setelah kejadian, pembacanya baru bisa
tahu sesuatu kejadian — setelah koran diantar.

Wartawan harian, apalagi majalah, bisa mengalahkan saingannya, radio
dan TV, dengan cerita eksklusif. Tapi ia juga bisa membuat versi yang
lebih mendalam (in depth) mengenai cerita yang didengar pembacanya
dari radio.

Dengan patokan seperti ini dalam benaknya, reporter selalu mencari
feature, terhadap berita-berita yang paling hangat. Cerita feature
biasanya eksklusif, sehingga tidak ada kemungkinan dikalahkan oleh
radio dan TV atau koran lain.

Feature memberikan variasi terhadap berita-berita rutin seperti
pembunuhan, skandal, bencana dan pertentangan yang selalu menghiasi
kolom-kolom berita, feature bias membuat pembaca tertawa tertahan.

Seorang reporter bisa menulis ”cerita berwarna-warni” untuk
menangkap perasaan dan suasana dari sebuah peristiwa. Dalam setiap
kasus, sasaran utama adalah bagaimana menghibur pembaca dan memberikan
kepadanya hal-hal yang baru dan segar.

Awet
Menurut seorang wartawan kawakan, koran kemarin hanya baik untuk
bungkus kacang. Unsur berita yang semuanya penting luluh dalam waktu
24 jam. Berita mudah sekali ”punah”, tapi feature bisa disimpan
berhari, berminggu, atau berulan bulan. Koran-koran kecil sering
membuat simpanan ”naskah berlebih” – kebanyakan feature. Feature ini
diset dan disimpan di ruang tata muka, karena editor tahu bahwa nilai
cerita itu tidak akan musnah dimakan waktu.

Dalam kacamata reporter, feature seperti itu mempunyai keuntungan
lain. Tekanan deadline jarang, sehingga ia bisa punya waktu cukup
untuk mengadakan riset secara cermat dan menulisnya kembali sampai
mempunyai mutu yang tertinggi.

Sebuah feature yang mendalam memerlukan waktu cukup. Profil seorang
kepala polisi mungkin baru bisa diperoleh setelah wawancara dengan
kawan-kawan sekerjanya, keluarga, musuh-musuhnya dan kepala polisi itu
sendiri. Diperlukan waktu juga untuk mengamati tabiat, reaksi terhadap
keadaan tertentu perwira itu.

Singkat kata, berbeda dengan berita, tulisan feature memberikan
penekanan yang lebih besar pada fakta-fakta yang penting –
fakta-fakta yang mungkin merangsang emosi (menghibur, memunculkan
empati, disampil tetap tidak meninggalkan unsure informatifnya).
Karena penakanan itu, tulisan feature sering disebut kisah human
interest atau kisah yang berwarna (colourful).

Teknik penulisan feature
Jika dalam penulisan berita yang diutamakan ialah pengaturan
fakta-fakta, maka dalam penulisan feature kita dapat memakai teknik
”mengisahkan sebuah cerita”. Memang itulah kunci perbedaan antara
berita ”keras” (spot news) dan feature. Penulis feature pada
hakikatnya adalah seorang yang berkisah.

Penulis melukis gambar dengan kata-kata: ia menghidupkan imajinasi
pembaca; ia menarik pembaca agar masuk ke dalam cerita itu dengan
membantunya mengidentifikasikan diri dengan tokoh utama.

Penulis feature untuk sebagian besar tetap menggunakan penulisan
jurnalistik dasar, karena ia tahu bahwa teknik-teknik itu sangat
efektif untuk berkomunikasi. Tapi bila ada aturan yang mengurangi
kelincahannya untuk mengisahkan suatu cerita, ia segera menerobos
aturan itu.

”Piramida terbalik” (susunan tulisan yang meletakkan
informasi-informasi pokok di bagian atas, dan informasi yang tidak
begitu penting di bagian bawah – hingga mudah untuk dibuang bila
tulisan itu perlu diperpendek) sering ditinggalkan. Terutama bila
urutan peristiwa sudah dengan sendirinya membentuk cerita yang baik.

Jenis-jenis Feature
Feature kepribadian (Profil)
Profil mengungkap manusia yang menarik. Misalnya, tentang seseorang
yang secara dramatik, melalui berbagai liku-liku, kemudian mencapai
karir yang istimewa dan sukses atau menjadi terkenal karena
kepribadian mereka yang penuh warna. Agar efektif, profil seperti ini
harus lebih dari sekadar daftar pencapaian dan tanggal tanggal penting
dari kehidupan si individu. Profil harus bisa mengungkap karakter
manusia itu.

Untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan, penulis feature tentang
pribadi seperti ini seringkali harus mengamati subyek mereka ketika
bekerja; mengunjungi rumah mereka dan mewawancara teman-teman, kerabat
dan kawan bisnis mereka. Profil yang komplit sebaiknya disertai
kutipan-kutipan si subyek yang bisa menggambarkan dengan pas
karakternya. Profil yang baik juga semestinya bisa memberikan kesan
kepada pembacanya bahwa mereka telah bertemu dan berbicara dengan sang
tokoh.

Banyak sumber yang diwawancara mungkin secara terbuka bernai
mengejutkan Anda dengan mengungkap rahasia pribadi atau anekdor
tentang si subyek. Tapi, banyak sumber lebih suka meminta agar
identitasnya dirahasiakan. Informasi sumber-sumber itu penting untuk
memberikan balans dalam penggambaran si tokoh.

Feature sejarah
Feature sejarah memperingati tanggal-tanggal dari peristiwa penting,
seperti proklamasi kemerdekaan, pemboman Hiroshima atau pembunuhan
jenderal-jenderal revolusi. Koran juga sering menerbitkan feature
peringatan 100 tahun lahir atau meninggalnya seorang tokoh.

Kisah feature sejarah juga bisa terikat pada peristiwa-peristiawa
mutakhir yang memangkitkan minat dalam topik mereka. Jika musibah
gunung api terjadi, Koran sering memuat peristiwa serupa di masa lalu.

Feature sejarah juga sering melukiskan landmark (monumen/gedung)
terkenal, pionir, filosof, fasilitas hiburan dan medis, perubahan
dalam komposisi rasial, pola perumahan, makanan, industri, agama dan
kemakmuran.

Setiap kota atau sekolah memiliki peristiwa menarik dalam sejarahnya.
Seorang penulis feature yang bagus akan mengkaji lebih tentang
peristiwa-peristiwa itu, mungkin dengan dokumen historis atau dengan
mewawancara orang-orang yang terlibat dalam peristiwa-peristiwa
bersejarah.

Feature petualangan
Feature petualangan melukiskan pengalaman-pengalaman istimewa dan
mencengangkan — mungkin pengalaman seseorang yang selamat dari sebuah
kecelakaan pesawat terbang, mendaki gunung, berlayar keliling dunia
pengalaman ikut dalam peperangan.

Dalam feature jenis ini, kutipan dan deskripsi sangat penting. Setelah
bencana, misalnya, penulis feature sering menggunakan saksi hidup
untuk merekontruksikan peristiwa itu sendiri. Banyak penulis feature
jenis ini memulai tulisannya dengan aksi — momen yang paling menarik
dan paling dramatis.

Feature musiman
Reporter seringkali ditugasi untuk menulis feature tentang musim dan
liburan, tentang Hari Raya, Natal, dan musim kemarau. Kisah seperti
itu sangat sulit ditulis, karena agar tetap menarik, reporter harus
menemukan angle atau sudut pandang yang segar. Contoh yang bisa
dipakai adalah bagaimana seorang penulis menyamar menjadi Sinterklas
di Hari Natal untuk merekam respon atau tingkah laku anak-anak di
seputar hara raya itu.

Feature Interpretatif
Feature dari jenis ini mencoba memberikan deskripsi dan penjelasan
lebih detil terhadap topik-topik yang telah diberitakan. Feature
interpretatif bisa menyajikan sebuah organisasi, aktifitas, trend atau
gagasan tertentu. Misalnya, setelah kisah berita menggambarkan aksi
terorisme, feature interpretatif mungkin mengkaji identitas, taktik
dan tujuan terotisme.

Berita memberikan gagasan bagi ribuan feature semacam ini. Setelah
perampokan bank, feature interpretatif bisa saja menyajikan tentang
latihan yang diberikan bank kepada pegawai untuk menangkal perampokan.
Atau yang mengungkap lebih jauh tipikal perampok bank, termasuk
peluang perampok bisa ditangkap dan dihukum.

Feature kiat (how-to-do-it feature)
Feature ini berkisah kepada pembacanya bagaimana melakukan sesuatu
hal: bagaimana membeli rumah, menemukan pekerjaan, bertanam di kebun,
mereparasi mobil atau mempererat tali perkawinan. Kisah seperti ini
seringkali lebih pendek ketimbang jenis feature lain dan lebih sulit
dalam penulisannya.

Reporter yang belum berpengalaman akan cenderung menceramahi atau
mendikte pembaca — memberikan opini mereka sendiri — bukannya
mewawancara sumber ahli dan memberikan advis detil dan faktual.

Rujukan:
FEATURE WRITING FOR NEWSPAPER, Daniel R. Williamson 1980
REPORTING FOR THE PRINT MEDIA, Fred Fedler, 1989

Thursday 27 September 2007

Feature


Feature

Feature adalah tulisan ringan.

Feature adalah tulisan kreatif yang terutama dirancang untuk memberi informasi sambil menghibur tentang suatu kejadian, situasi atau aspek kehidupan seseorang. Wiliamson (1975)

Feature adalah karangan lengkap nonfiksi bukan berita lempang dalam media massa yang tidak menentu panjangnya, dipaparkan secara hidup sebagai pengungkapan daya kreativitas, kadang-kadang dengan sentuhan subyektivitas pengarang terhadap peristiwa, situasi, aspek kehidupan dengan tekanan pada daya pikat manusiawi untuk tujuan memberitahu, menghibur, mendidik dan meyakinkan pembaca. Andi Baso Mappatoto (1992),

Mc. Kinney, lebih mempertegas lagi pengertian karangan khas (feature) sebagai suatu tulisan yang berada di luar tulisan yang bersifat berita langsung, di mana pegangan utama dari 5W dan 1H diabaikan.

Assegaf berkesimpulan bahwa karangan khas tidak tunduk pada teknis penulisan dan penyajian fakta-fakta seperti diisyaratkan berita dan sifatnya enteng dengan memberikan hiburan. (Assegaf f, 1991:55) .

Kekhasan feature terletak pada unsur

kreativitas (dalam penciptaannya),

informatif (isinya),

menghibur (penulisannya).

Dengan demikian jika seorang penulis mampu memenuhi kriteria yang telah disebutkan di atas, maka sudah pasti ia dapat menulis feature ini.

Assegaf mengutip pendapat Wolseley yang membagi karangan khas kepada enam jenis yakni:

karangan khas yang bersifat sejarah,

karangan khas biografi/tokoh,

karangan khas perjalanan/travelog,

karangan khas yang bersifat mengajar keahlian "how to do it",

karangan khas yang bersifat ilmiah/science.

Menurut Ahmad Bahar (1995),

Feature terbagi pada tiga bagian:

Pertama, news feature.

News feature ini erat hubungannya dengan peristiwa tertentu yang aktual. Dalam penyajiannya diungkapkan berbagai sebab-sebab kejadian atau hal-hal

yang mempengaruhi munculnya peristiwa itu.

Sehingga dalam news feature yang sangat diperlukan adalah apa (what) dan bagaimana (how) terjadinya peristiwa tersebut. Sementara itu mengapa (why) peristiwa tersebut tidak perlu dicerita-kan. Sebagai contoh tanggal 4 Nopember 1995, Perdana Menteri Israel Yitzhak Rabin, tewas terbunuh oleh seorang mahasiswa bernama Yigal Amir.

Kedua, feature pengetahuan.

Tulisan seperti ini biasanya dikemukakan dengan cukup berbobot. Ciri tulisan ini ditandai oleh kedalaman pembahasan dan obyektivitas pandangan yang dikemukakan. Sehingga jenis feature pengetahuan ini akan memuat data dan informasi secara memadai. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa feature pengetahuan tidak hanya menjelaskan pertanyaan mengapa (why) dan bagaimana (how) suatu peristiwa itu terjadi. Feature seperti ini banyakdimuat dalam suplemen berbagai surat kabar dan majalah ternama atau dalam rubrik khusus.

Ketiga, human interest feature.

Yaitu jenis feature yang lebih banyak menuturkan situasi yang menimpa orang dengan menyajikan tulisan yang menyentuh dan menyentil atau menggelitik perasaan. Contoh feature seperti ini diantaranya cerita tentang seseorang yang selamat dari kecelakaan pesawat terbang atau tenggelamnya kapal Ferry, keluarga yang tertimpa tanah longsor, tentang seseorang yang berhasil meraih Kalpataru, dan lain-lain.

Feature secara umum lebih mengandalkan alur peristiwa, situasi peristiwa atau juga proses peristiwa, maka dalam penyajiannya harus jelas dan logis. Teknik penulisan yang dapat dipergunakan adalah gaya menulis seperti menulis cerpen. Hanya bedanya, jika cerpen berisi materi fiksi sedangkan pada karangan khas berisi fakta-fakta yang aktual dan sesungguhnya.

Monday 3 September 2007

Media Relations

Public Relations and Press Relations (both of them are normally shortened by PR) often was regarded as same.

Of course this view was wrong, because these press relations only were some part of the public relations. The use of press relations depended how far on the role and the existence of the mass media personally as well as the level of his acceptance by the community.
Because of that press relations were more popular in industrialized countries that have advanced, that most of his inhabitants lived in areas of urban areas where the mass media was in the number as well as the abundant variation.

The aim of the subject of the holding of press relations was “create knowledge and understanding”, so clear not only spread a message in accordance with the holding company's wish or the client for the sake of got “the image or the noose that was more beautiful than original him in the eyes of people”.

Hubungan Humas dan Media

Hubungan Pers

Humas dan hubungan pers (public relations dan press relations), keduanya biasa disingkat PR) sering dianggap sama. Tentu saja anggapan ini salah, karena hubungan pers tersebut hanya merupakan salah satu bagian dari humas. Kegunaan hubungan pers bergantung pada sejauh mana peranan dan keberadaan media massa itu sendiri serta tingkat penerimaannya oleh masyarakat. Karena itu hubungan pers lebih populer di negara-negara industri yang sudah maju, yang sebagian besar penduduknya tinggal di daerah-daerah perkotaan di mana media massa ada dalam jumlah serta variasi yang berlimpah.

1. Pengertian Hubungan Pers

Hubungan pers (press relations) adalah upaya-upaya untuk mencapai publikasi atau penyiaran yang maksimum atas suatu pesan atau informasi humas dalam rangka menciptakan pengetahuan dan pemahaman bagi khalayak dan organisasi atau perusahaan yang bersangkutan.

Dalam prakteknya, hubungan pers ternyata tidak hanya terkait dengan kalangan pers (istilah yang populer bagi kalangan media cetak, khususnya jurnalisme surat kabar) saja, melainkan juga semua bentuk media lainnya, media cetak, media bioskop, media elektronik seperti halnya radio dan televisi, dan sebagainya. Istilah-istilah dari dunia media cetak memang cenderung lebih populer, sedangkan istilah lain yang secara harfiah lebih tepat justru tidak diterima secara luas, misalnya saja istilah “hubungan media” (media relations). Meskipun kurang populer bila dibandingkan dengan istilah “siaran berita” atau “paparan berita” (news release), istilah “siaran pers” (press release) ternyata masih cukup banyak yang menggunakannya, termasuk kalangan praktisi humas profesional.

Tujuan pokok diadakannya hubungan pers adalah “menciptakan pengetahuan dan pemahaman”, jadi jelas bukan semata-mata menyebarkan suatu pesan sesuai dengan keinginan perusahaan induk atau klien demi mendapatkan “suatu citra atau sosok yang lebih indah daripada aslinya di mata umum”. Tidak seorang pun yang berhak untuk mendikte apa yang harus diterbitkan, atau disiarkan oleh media massa, setidak-tidaknya di suatu masyarakat yang demokratis. Seperti yang pernah dikemukakan oleh pelopor jasa konsultasi humas di Amerika Serikat, Ivy Ledbetter Lee, dalam bukunya yang berjudul Declaration of Principles terbitan tahun 1906, bahwa semua jenis materi pers harus bebas dari nilai-nilai dan kepentingan sepihak. Kriteria kejujuran dan kenetralan itu juga harus dipegang teguh oleh kalangan praktisi humas.

Setiap pesan atau berita yang disampaikan kepada masyarakat melalui pers haruslah sesuai dengan kenyataan yang sesungguhnya. Baik atau buruknya humas diukur berdasarkan kejujuran dan sikap netralnya. Kepentingan masyarakat, dalam hal ini adalah para pembaca, pendengar, atau pemirsa harus selalu diutamakan. Kalau hal ini benar-benar diperhatikan maka sambutan khalayak pembaca, pendengar, dan pemirsa dengan sendirinya akan positif sehingga perusahaan induk atau klien humas tadi pasti akan memperoleh suatu publisitas yang baik seperti diinginkannya.

2. Upaya Menciptakan Hubungan Pers yang Baik

Selain memasok berbagai materi yang layak diterbitkan, semua praktisi humas juga perlu memahami bagaimana surat kabar dan majalah itu dibuat dan diterbitkan, serta bagaimana memproduksi program-program siaran radio dan televisi. Sebagian pengetahuan tersebut dapat dipelajari hanya dengan observasi. Untuk itu diadakan kunjungan-kunjungan ke sejumlah penerbitan, stasiun radio, dan studio televisi (atau rumah produksi yang memasok program-programnya). Kadang-kadang kita dapat memahami suatu media hanya dengan menelepon orang-orang yang terkait dan mengajukan berbagai pertanyaan yang relevan kepadanya, seperti kapan saat terakhir suatu naskah humas sudah harus diserahkan ke meja redaksi. Ini merupakan bagian dari tugas seorang praktisi humas, yakni berusaha untuk mengetahui segala sesuatunya selengkap mungkin. Kalau tidak mengetahui tenggat atau saat akhir penyerahan naskah ke sebuah majalah atau surat kabar mungkin ia akan terlambat menyodorkan naskah ke redaksi, atau setelah majalah atau surat kabar itu dicetak. Jika ini terjadi maka jerih payahnya menyusun naskah humas itu pun sia-sia.

Berikut ini adalah sebuah ringkasan atau rangkuman atas hal-hal terpenting perihal pers yang harus diketahui oleh seorang praktisi humas.

a. Kebijakan editorial: Ini merupakan pandangan dasar dari suatu media yang dengan sendirinya akan melandasi pemilihan subjek-subjek yang akan dicetak atau yang akan diterbitkannya. Misalnya saja, ada koran-koran yang senantiasa memuat ulasan khusus secara singkat mengenai berbagai macam transaksi bisnis yang terjadi setiap hari.

b. Frekuensi penerbitan: Setiap terbitan punya frekuensi penerbitan yang berbeda-beda; bisa beberapa kali dalam sehari, harian, dua kali seminggu, mingguan, bulanan, atau bahkan tahunan. Praktisi humas juga perlu mengetahui berapa edisi yang diterbitkan dalam tiap penerbitan.

c. Tanggal terbit: Kapan tanggal dan saat terakhir sebuah naskah harus diserahkan ke redaksi untuk penerbitan yang akan datang? Tanggal penerbitan dari suatu media ditentukan oleh frekuensi dan proses pencetakannya. Di Inggris, koran-koran yang memiliki jaringan percetakan di berbagai tempat di luar London, jadi tidak hanya di Fleet Street, biasanya dapat terbit lebih cepat daripada koran-koran lainnya.

d. Proses pencetakan: Apakah suatu media dicetak secara biasa (letterpress), dengan teknik-teknik fotogravur, litografi, ataukah fleksografi? Dewasa ini, teknik percetakan yang populer di seluruh dunia adalah teknik offset-litho.

e. Daerah sirkulasi: Apakah jangkauan sirkulasi dari suatu media itu berskala lokal, khusus di daerah pedesaan, perkotaan, berskala nasional, ataukah bahkan sudah berskala internasional? Teknologi satelit memungkinkan dilakukannya sirkulasi atau distribusi media secara internasional. Beberapa koran dan majalah yang sudah memiliki sirkulasi secara internasional adalah International Herald Tribune, Wall Street Journal, USA Today, Financial Times, The Economist, dan sejumlah surat kabar Cina dan Jepang, terutama Asahi Shimbun.

f. Jangkauan pembaca: Berapa dan siapa saja yang membaca jurnal atau media yang bersangkutan? Seorang praktisi humas juga dituntut untuk mengetahui kelompok usia, jenis kelamin, status sosial, minat khusus, kebangsaan, etnik, agama, hingga ke orientasi politik dari khalayak pembaca suatu media

g. Metode distribusi: Praktisi humas juga perlu mengetahui metode-metode distribusi dari suatu media; apakah itu melalui toko-toko buku, dijajakan secara langsung dari pintu ke pintu, lewat pos atau sistem langganan, atau secara terkontrol (dikirimkan lewat pos atas permintaan atau seleksi).

Ada sejumlah prinsip umum yang perlu diperhatikan oleh setiap praktisi humas dalam menciptakan dan membina hubungan pers yang baik. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut.

1. Memahami dan melayani media. Dengan berbekal semua pengetahuan di atas, seorang praktisi humas akan mampu menjalin kerja sama dengan pihak media, ia juga akan dapat menciptakan suatu hubungan timbal-balik yang saling menguntungkan.

2. Membangun reputasi sebagai orang yang dapat dipercaya. Para praktisi humas harus senantiasa siap menyediakan atau memasok materi-materi yang akurat di mana saja dan kapan saja hal itu dibutuhkan. Hanya dengan cara inilah ia akan dinilai sebagai suatu sumber informasi yang akurat dan dapat dipercaya oleh para jurnalis. Bertolak dari kenyataan itu maka komunikasi timbal-balik yang saling menguntungkan akan lebih mudah diciptakan dan dipelihara.

3. Menyediakan salinan yang baik. Misalnya saja menyediakan reproduksi foto-foto yang baik, menarik, dan jelas. Dengan adanya teknologi input langsung melalui komputer (teknologi ini sangat memudahkan koreksi dan penyusunan ulang dari suatu terbitan, seperti siaran berita atau news release), penyediaan salinan naskah dan foto-foto yang baik secara cepat menjadi semakin penting.

4. Bekerja sama dalam penyediaan materi. Sebagai contoh, petugas humas dan jurnalis dapat bekerja sama dalam mempersiapkan sebuah acara wawancara atau temu pers dengan tokoh-tokoh tertentu.

5. Menyediakan fasilitas verifikasi. Para praktisi humas juga perlu memberi kesempatan kepada para jumalis untuk melakukan verifikasi (membuktikan kebenaran) atas setiap materi yang mereka terima. Contoh konkretnya, para jurnalis itu diizinkan untuk langsung menengok fasilitas atau kondisi-kondisi organisasi yang hendak diberitakan.

6. Membangun hubungan personal yang kokoh. Suatu hubungan personal yang kukuh dan positif hanya akan tercipta serta terpelihara apabila dilandasi oleh keterbukaan, kejujuran, kerja sama, dan sikap saling menghormati profesi masing-masing.

3. “Berita” Humas

Kelaikan berita berarti bahwa informasi yang hendak dimuat di media massa harus mampu menarik minat para pembaca, pemirsa, atau pendengar.

Standar ini harus senantiasa diperhatikan oleh setiap praktisi humas yang hendak mempublikasikan pesan-pesan humasnya. Mereka harus memeriksa kelaikan berita dari suatu siaran berita, artikel, atau gambar-gambar (foto) yang hendak dipublikasikan sebelum diserahkan ke media massa. Undanglah para jurnalis dari berbagai macam media guna mengikuti acara pers yang khusus diadakan untuk menjajaki kelaikan berita dari suatu materi.

Pertanyaan-pertanyaan yang harus diajukan dalam kaitan ini antara lain sebagai berikut:

a. Apakah berita ini laik atau layak untuk dimuat?

b. Apakah foto ini tidak akan menyita terlalu banyak halaman?

c. Mengapa para jurnalis yang hadir membatasi waktunya dalam mengikuti acara pers ini?

Pada akhirnya, setiap praktisi humas harus mampu menilai kelaikan berita dari suatu materi yang hendak disiarkannya. Siaran pers menciptakan suatu citra tertentu di mata kritis para editor perihal organisasi yang menyebarkannya. Akan tetapi, pada kenyataannya di mana-mana siaran berita itu masih menjadi salah satu kegiatan humas yang kurang digarap secara sungguh-sungguh. Kenyataan ini sangat disayangkan, mengingat arti penting yang sesungguhnya dari siaran berita itu demikian besar. Para editor dari berbagai media massa masih sering menyaksikan rendahnya kualitas siaran berita yang mereka terima dari praktisi humas. Tentu saja ini dapat merusak hubungan pers, yang pada akhirnya jelas akan merugikan organisasi atau perusahaan yang bersangkutan. Bila siaran beritanya buruk, kesan terhadap organisasi pengirimnya juga menjadi buruk.

Sebuah siaran berita yang baik harus menyajikan suatu kisah yane sama bermutunya dengan yang biasa ditulis oleh para jurnalis. Informasi yang terungkap harus jelas, dan sepenuhnya sesuai dengan kenyataan yang ada, serta menaati segenap kaidah penulisan yang baik. Siaran berita tidak boleh berlebih-lebihan sehingga mirip iklan. Cara paling mudah untuk belajar menulis siaran berita adalah dengan rajin-rajin membaca surat kabar.

Sedikit sekali news release yang kualitasnya setara dengan artikel-artikel di media massa. Banyak yang lebih mirip iklan. Jangan sekali-kali memulai isi sebuah siaran berita dengan kalimat seperti “Dengan bangga kami mengumumkan bahwasanya....” atau ungkapan-ungkapan lain yang cenderung memuji-muji diri sendiri. Aspek-aspek yang sangat menentukan kualitas siaran berita akan dibahas secara mendalam berikut ini.

Pada pokoknya, ada empat hal yang harus diperhatikan demi menciptakan

suatu hubungan pers yang baik.

1. Susunan kalimat siaran berita harus senada dengan gaya yang digunakan oleh para jurnalis. Gaya penulisan ini berbeda dari gaya penulisan esai yang panjang-lebar penuh kiasan, penulisan jawaban untuk suatu pertanyaan ujian yang terlampau lugas dan kaku, atau penulisan sebuah artikel feature yang menekankan pada segi keindahan. Sebuah laporan surat kabar ditulis secara gamblang, jelas, serta enak dibaca. Siaran berita yang baik biasanya akan ditempatkan pada kolom atau tempat utama yang mencolok. Kalau seorang humas sudah mampu menyakinkan editor dan jurnalis untuk memasang beritanya pada halaman utama maka ia sudah mencapai suatu keberhasilan!

2. Siaran berita harus dibuat dalam gaya tulisan yang singkat dan padat, bukan seperti surat cinta yang penuh basa-basi. Terapkanlah kaidah penulisan yang tepat. Selain itu, siaran berita harus berpenampilan baik guna menghindari terganggunya penglihatan editor akibat terlalu banyaknya koreksi yang harus ia bubuhkan.

3. Bobot, karakter, dan kandungan siaran berita haruslah disesuaikan dengan reputasi dan karakter media yang hendak memuatnya. Siaran berita teknis untuk sebuah media atau majalah teknis harus diusahakan agar semua terminologi yang ada di dalamnya sudah benar. Jangan mengirimkan sebuah siaran berita yang berisikan uraian lengkap tentang riwayat hidup seorang tokoh pengusaha ke sebuah koran yang biasanya hanya menyediakan beberapa baris saja untuk artikel-artikel semacam itu.

4. Hendaknya siaran berita itu dikirimkan ke beberapa jurnal atau media yang sekiranya paling sesuai (jadi tidak asal media) dan naskahnya harus diserahkan ke meja redaksi beberapa saat sebelum naik cetak. Untuk memilih media yang paling tepat, petugas humas harus memiliki sebuah daftar lengkap mengenai semua media yang ada, termasuk klasifikasinya. Ia harus tahu media mana saja yang cocok untuk menyiarkan pesan-pesan humas yang tertuang dalam siaran beritanya itu. Ia juga perlu mengetahui proses percetakan, tenggat waktu penyerahan naskah dan tanggal terbit dari masing-masing media.

Media-media yang diterbitkan secara harian, mingguan, bulanan, dan seterusnya, perlu dibedakan ke dalam daftar-daftar tersendiri. Mungkin Anda perlu menyebarkan sebuah siaran berita yang harus segera diketahui oleh khalayak, dan untuk itu tentu tidak tepat jika Anda memakai media yang terbit satu bulan sekali.

Cara termudah untuk mempelajari cara penulisan siaran berita yang baik adalah dengan rajin-rajin menyimak laporan di berbagai koran, dan mengobservasi cara-cara penulisannya. Di situ selalu terkandung teknik-teknik tertentu yang bersifat khusus.

Berikut ini adalah dua buah karakteristik fundamental yang akan tampak apabila Anda cukup rajin menyimak berita dari berbagai surat kabar.

a. Subjek selalu dinyatakan di awal kalimat pembuka. Dalam sebuah siaran berita, subjek itu jarang berupa nama organisasi, melainkan bidang kegiatan atau apa yang tengah dikerjakan oleh organisasi atau perusahaan yang bersangkutan. Sebagai contoh, “Rute penerbangan baru ke Manila baru saja dibuka oleh Garuda Indonesia”; jadi bukannya “Garuda Indonesia baru saja membuka rute penerbangan baru ke Manila”.

b. Paragraf pembuka senantiasa berisikan rangkuman atas keseluruhan cerita. Maksudnya, seandainya saja kolom media memang tidak memungkinkan untuk memuat naskah atau kalimat-kalimat yang selanjutnya maka paragraf pertama tadi sudah dapat mengemukakan inti pesan atau berita kepada pembaca.

Para editor selalu sibuk sehingga mereka tidak mempunyai cukup waktu untuk mentolerir siaran-siaran berita humas yang bermutu rendah. Mereka menerima puluhan atau bahkan ratusan berita dari berbagai organisasi setiap harinya, sehingga mereka tidak mau memboroskan waktu hanya untuk mengurus naskah-naskah yang buruk atau salah penyusunannya. Biasanya, hanya dengan membaca uraian pada paragraf pertama saja mereka sudah bisa mengetahui baik atau buruknya siaran berita itu, dan memutuskan untuk memuat atau langsung membuangnya ke tempat sampah.

Berikut ini akan diuraikan sebuah rumus penyusunan siaran berita bermutu yang sudah teruji. Standar yang dipergunakan di dalam rumus ini juga merupakan standar yang dianut oleh para editor. Dalam bahasa aslinya, rumus tersebut lebih dikenal dengan akronim SOLAADS.

1. Subject atau subjek: apa yang dituturkan oleh cerita?

2. Organization atau organisasi: apa sebutan/nama organisasi/perusahaan yang bersangkutan atau yang berkepentingan?

3. Location atau lokasi: di mana organisasi itu berlokasi?

4. Advantages atau keunggulan: apa saja kelebihan atau keunggulannya? Apanya yang baru? Di mana letak atau aspek kekhususannya? Serta apa pula manfaatnya?

5. Application atau aplikasi/penerapan: apa saja kegunaan atau manfaatnya? Siapa pengguna atau pihak-pihak yang dapat memanfaatkannya?

6. Details atau rincian: berapa ukurannya, apa warnanya, berapa harganya, bagaimana bentuk atau penampilannya (dan berbagai hal rinci lainnya)?

7. Source atau sumber: di mana produk itu bisa diperoleh? Jika tidak ada lokasi khusus maka sumber yang dipakai adalah alarnat kantor pusat organisasi.

Nilai atau arti penting rumus tujuh unsur dalam penyusunan siaran pers atau “berita” humas tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.

1. Rumus itu dapat berfungsi sebagai daftar petunjuk atas berbagai macam data yang dibutuhkan sebelum penulisan siaran berita dilakukan.

2. Rumus itu merupakan alur baku atas penyusunan siaran berita, sekaligus menunjukkan urutan informasi yang harus disajikan agar kesemuanya seimbang dan dapat dicema dengan baik oleh pembaca.

3. Rumus tersebut juga berfungsi sebagai patokan guna memeriksa kualitas keseluruhan naskah setelah penulisannya rampung. Penulis dapat memastikan ada atau tidaknya informasi vital yang terlewatkan melalui pencocokan antara naskah yang ditulisnya dengan rumus tersebut. Penulis harus menjamin bahwa semua informasi sudah tercakup dalam naskah siaran berita yang disusunnya.

4. Penerapan rumus tujuh unsur ini tidak berarti bahwa kita harus selalu membuat siaran berita yang terdiri dari tujuh paragraf, atau kita tidak boleh membuatnya lebih dari jumlah itu. Ketujuh unsur tersebut hendaknya diartikan saja sebagai pedoman bagi urutan penyajian informasi.

5. Paragraf pertama harus selalu menyatakan subjek; nama perusahaan atau organisasi secara singkat (misalnya Mazda, bukannya Mazda Car Imports Ltd., dan Meccano, bukannya Meccano Ltd.); lokasi, yang kalau memang perlu boleh berbeda dari alamat sumber; serta tinjauan serba sekilas perihal isi cerita secara keseluruhan. Setelah itu barulah cerita dapat diperluas ke unsur keunggulan, aplikasi, dan rincian dari rumus di atas.

Dewasa ini, mengingat yang dinilai oleh editor hanyalah paragraf yang pertama maka jelas bahwa kalimat pembuka atau pendahuluan menjadi semakin penting dan semakin menentukan. Oleh karena itu, jangan sekali-kali Anda meremehkan kalimat pembuka! Sekarang sudah banyak jurnalis, karena kesibukannya, yang hanya memasukkan paragraf-paragraf pertama dari naskah-naskah yang mereka terima ke terminal komputemya. Apabila mereka hendak memilih naskah, hanya paragraf-paragraf pertama itu sajalah yang akan mereka nilai. Seandainya ada yang mereka rasakan baik, barulah mereka akan mencari naskah yang selengkapnya.

6. Paragraf akhir harus menyatakan nama lengkap, alamat jelas, dan nomor-nomor telepon dari organisasi pengirim siaran berita. Misalnya saja, “Teko kopi Red Rose ini dibuat dan dipasarkan oleh Old English Pottery Co Ltd., Western Works, Overton, Shropshire, telepon xxxxxxx”. Paragraf yang terakhir tersebut belum tentu dimuat, mengingat semakin ke bawah letak dari suatu paragraf, kemungkinan pemuatannya akan semakin kecil. Oleh sebab itu, hendaknya informasi terpenting tidak diletakkan di situ.

4. Jenis, Teknik Penulisan, dan Penyajian Siaran Pers

Rumus di atas cocok untuk siaran berita mengenai adanya suatu produk -barang atau jasa- baru, terbentuknya bangunan atau struktur baru seperti akademi, pasar swalayan, pabrik, jembatan, pelabuhan, atau bandar udara. Secara umum, rumus ini bisa diberlakukan. Akan tetapi ada beberapa jenis siaran berita atau paparan berita atau siaran pers yang ternyata tidak cocok dengan rumus ini. Berikut ini akan diuraikan enam jenis siaran pers yang paling populer.

a. Siaran berita yang sesuai dengan rumus tujuh unsur: Idealnya, siaran berita ini tertuang ke dalam selembar kertas atau satu halaman saja. Ingatlah bahwa kolom yang tersedia di berbagai media senantiasa terbatas. Kemungkinan pemotongan berita yang terlalu panjang oleh editor selalu terbuka. Risikonya, jika siaran berita itu terlalu panjang dan kemudian dipotong, akan muncul kemungkinan bahwa makna inti atau penekanannya akan mengalami pergeseran.

b. Kisah latar belakang informasi: Biasanya siaran berita pendukung atau yang bersifat latar belakang ini tidak untuk dipublikasikan secara umum, melainkan hanya untuk para jurnalis agar mereka bisa memahami sepenuhnya isi atau makna siaran berita inti yang disodorkan oleh praktisi humas.

c. Siaran berita teknis yang disertai rangkuman: Berbagai macam produk teknis biasanya memerlukan news release yang lebih panjang-lebar, sehingga diperlukan dua atau tiga halaman guna memuatnya. Siaran berita seperti ini biasanya juga disertai dengan rangkuman agar editor lebih mudah meringkasnya.

d. Siaran berita sebagai rangkuman atas suatu laporan atau pidato: Dokumen-dokumen penting, seperti laporan resmi perusahaan, katalog dan pembukuan tahunan, atau draft pidato resmi, hendaknya disertai dengan siaran berita sebagai rangkumannya, apabila dokumen tersebut hendak diserahkan ke media guna dipublikasikan.

Siaran berita itu berfungsi sebagai ringkasan yang menjelaskan secara singkat intisari dokumen-dokumen itu, dan menonjolkan aspek-aspek yang baru dan atau yang paling penting. Tanpa rangkuman, biasanya para editor enggan untuk mencurahkan banyak waktu guna mempelajari sendiri dokumen-dokumen tersebut. Kalaupun mereka punya waktu, belum tentu mereka mampu menangkap kelaikan berita maupun hal-hal paling penting yang terkandung di dalamnya. Ada kemungkinan mereka justru akan menarik penafsiran sendiri yang tidak sesuai dengan yang diinginkan oleh pihak yang mengirimkannya.

e. Penambahan keterangan gambar: Ini merupakan jalan tengah antara sebuah photocaption (keterangan gambar) dengan sebuah siaran berita. Hal tersebut digunakan jika ada sebuah gambar yang menceritakan sesuatu cerita yang cukup penting sehingga gambar tersebut memang harus diberi tambahan keterangan agak panjang-lebar. Penonjolan keterangan gambar dengan garis bawah atau huruf-huruf berbentuk khusus juga dapat digunakan untuk menunjukkan betapa keterangan itu penting dan harus dibaca. Sebuah perusahaan yang hendak mengirimkan gambar-gambarnya kepada media massa perlu menyertainya dengan sebuah siaran berita singkat yang merupakan penambahan keterangan bagi gambar itu. Tentu saja tujuannya adalah menghindari salah tafsir atau salah pengertian di pihak editor. Siaran berita ini bisa disatukan dengan gambar, atau bisa pula dijadikan lembaran terpisah sebagai lampiran.

f. Pengumuman singkat (brief announcement): Siaran berita mengenai hal-hal yang relatif sederhana, misalnya saja mengenai pengangkatan pejabat baru atau perubahan alamat organisasi, sebaiknya dibatasi satu paragraf saja.

Mengapa demikian? Karena untuk berita-berita semacam itu, kalangan media biasanya hanya bersedia menyediakan sedikit kolom yang hanya muat untuk satu paragraf saja. Koran-koran bisnis atau majalah-majalah perdagangan bahkan rnemuat berita semacam itu hanya dalam beberapa kata.

Penulisan siaran berita yang baik agaknya merupakan suatu tugas yang paling sulit bagi para praktisi humas. Hal ini dikarenakan siaran berita itu memiliki arti penting yang khusus, sehingga penulisannya pun memerlukan teknik-teknik dan perhatian yang khusus pula. Salah satu bentuk kesulitan terbesar yang dihadapi oleh para praktisi humas -terutama mereka yang diserahi tanggung jawab penulisan dan penyebaran siaran berita- adalah godaan untuk menjadikan suatu pesan menjadi iklan, yang pada gilirannya berkembang menjadi godaan untuk memanipulasi berita yang dengan sendirinya akan meruntuhkan validitasnya. Godaan ini harus dilawan dengan sekuat tenaga karena akan menghancurkan makna dan tujuan inti dari publikasi siaran berita itu sendiri. Untuk menerapkan rumus tujuh unsur yang baru saja diuraikan di atas, disiplin mutlak diperlukan.

Berikut ini adalah beberapa aspek disiplin yang harus dicamkan oleh setiap praktisi humas, khususnya mereka yang mengelola siaran berita.

1. Paragraf, kalimat, dan kata-kata yang digunakan harus diusahakan sesingkat dan sepadat mungkin. Meskipun belakangan ini ada kecenderungan bahwa gaya bahasa siaran berita semakin berbunga-bunga dan semakin sulit untuk dipotong maupun ditulis ulang, usahakanlah selalu untuk memilih kalimat serta kata-kata yang lugas. Tulislah ‘rumah’, bukan ‘kediaman’, atau ‘wafat’ bukannya ‘pulang ke rahmatullah’. Makna kedua kata ini memang sama, namun yang pertama lebih baik karena lebih padat dan singkat.

2. Usahakanlah agar setiap siaran berita tidak lebih dari satu halaman atau selembar kertas saja.

3. Hindari gaya bahasa superlatif atau yang cenderung berlebih-lebihan. Jauhi pula kata atau ungkapan yang memuji-muji diri sendiri, baik yang terang-terangan maupun yang tersirat. Hindarilah ekspresi-ekspresi yang serba hebat seperti “terbesar di dunia”, “terobosan baru abad ini”, “pelopor utama di bidangnya”, dan seterusnya.

4. Hindari generalisasi yang tidak jelas dan kecondongan untuk menjelaskan segala sesuatu yang bisa berakibat tulisan keluar dari konteks aslinya. Jauhi ungkapan atau keterangan yang subjektif seperti “ekonomis”, “hemat biaya”, “hemat waktu”, “praktis”, “mutunya benar-benar terjamin”, dan seterusnya. Kemukakan saja fakta-faktanya, sehingga kesan unggul dari produk yang bersangkutan akan muncul dengan sendirinya. Jangan sekali-kali mengatakan “produk yang baru ini memiliki paduan warna yang sangat menarik”, melainkan katakan saja apa warna produk itu, dan biarkanlah para pembaca untuk menilai sendiri menarik atau tidaknya warna-warna tersebut.

5. Jangan pernah memakai kata-kata klise seperti “unik”, “lain dari yang lain”, “bercakupan luas”, “sangat ilmiah”, “sampai detik ini”, “pasti memudahkan”, dan sebagainya. Meskipun istimewa, produk itu belum tentu benar-benar unik, karena hal-hal yang sepenuhnya unik sangat langka di dunia ini.

6. Jangan mengutip pendapat atau komentar dari seorang tokoh, kecuali jika itu benar-benar langsung bersumber dari orang atau pihak yang bersangkutan.

7. Jangan sembarangan memilih jurnal atau media. Ingatlah bahwa masing-masing media massa punya khalayak pembaca tersendiri, sehingga masing-masing memiliki versi yang berlainan satu sama lain. Media lokal, media teknis, media bisnis, dan media nasional harus diperlakukan secara berbeda, dan jenis-jenis informasi yang mereka butuhkan maupun gaya penuturannya pasti juga berbeda.

Siaran pers/berita yang baik, jelas akan menunjukkan bahwa praktisi humas yang menggarapnya adalah seorang yang profesional dan tahu benar akan apa yang diinginkannya. Salah satu prinsip dasar yang harus diusahakan oleh setiap praktisi humas dalam menciptakan hubungan pers yang baik adalah dengan menciptakan reputasi positif dan menggugah respek kalangan pers. Seorang praktisi humas yang memiliki gaya penulisan yang baik dan sepenuhnya sesuai dengan kaidah-kaidah penulisan yang baku, pasti akan lebih dihargai oleh kalangan pers.

Berikut ini adalah beberapa aturan sederhana dalam penulisan yang lazim berlaku di kalangan pers. (Perhatikan bahwa gaya penulisan di dunia penerbitan agak berbeda dari gaya penulisan yang dianut oleh dunia pers).

a. Kop surat (printed heading paper): Setiap siaran berita boleh ditulis atau dicetak di atas kertas dengan kop surat khusus yang tidak sama dengan kop surat pada kertas yang biasa dipakai untuk keperluan korespondensi bisnis sehari-hari. Pada bagian atas kertas itu perlu dibubuhkan kata- kata tambahan yang berbunyi, misalnya, “Berita dari” atau “Informasi dari” yang kemudian diikuti dengan logo atau simbol organisasi. Alamat dan nomor telepon hendaknya dicantumkan pada bagian bawah kertas. Satu warna saja sudah cukup.

b. Judul berita (headlines): Judul harus menyatakan secara jelas apa yang hendak diberitakan. Praktisi humas tidak perlu terlalu pusing mengarang judul yang spektakuler karena biasanya para editor suka membuat judul sendiri yang berbeda dari judul aslinya, sesuai dengan gaya penuturan jurnalnya, atau dalam rangka menyesuaikan luas kolom yang tersedia.

c. Subjudul (subheadings): Biasanya subjudul tidak perlu dibubuhkan, karena sang editor belum tentu memakainya. Kalaupun ia memerlukannya, ia akan membuat subjudul itu sendiri. Namun, demi lebih memperjelas judul, tidak ada salahnya mencantumkan subjudul, apalagi jika siaran berita itu menyangkut suatu uraian yang sangat teknis, atau jika ada dua produk yang dikemukakan, misalnya saja Model A dan Model B. Pada umumnya, subjudul ini merupakan alat tipografis yang digunakan sebagai bagian dari perwajahan halaman.

d. Paragraf pinggir (indented paragraph): Paragraf pertama tak perlu “dimasukkan” ke margin dalam, meskipun di surat kabar semua paragraph dimasukkan ke tepi (kalimat baris pertama dibuat lebih pendek daripada kalimat-kalimat lainnya dalam paragraf yang sama). Samakan saja panjang kalimat pada baris awal dengan kalimat-kalimat yang ada di bawahnya.

Sedangkan untuk paragraf-paragraf berikutnya, kalimat di baris pertama harus dibuat menjorok ke dalam sehtngga lebih pendek daripada yang lain.

e. Huruf besar (capital letters): Jangan tulis nama perusahaan/organisasi atau nama produk dengan huruf besar semuanya. Sebagai contoh, tulislah Cadbury, jangan CADBURY. Ikutilah kaidah pemakaian huruf besar yang baku.

f. Penggarisbawahan (underlining): Tidak ada kata atau kalimat dalam siaran berita yang perlu digarisbawahi. Untuk menonjolkan suatu kata atau kalimat maka kata atau kalimat itu dimiringkan (disajikan dalam bentuk huruf italics). Biasanya yang menentukannya adalah editor, jadi praktisi humas yang membuat siaran berita itu tidak perlu melakukannya sendiri.

g. Titik-titik dalam singkatan (points in abbreviations): Menurut kaidah yang berlaku, titik tidak perlu dipakai dalam singkatan. Jadi yang benar adalah IPR, USA, IBM, atau ITT, bukannya I.P.R, U.S.A., I.B.M, atau I.T.T. Namun, untuk singkatan-singkatan tertentu, pemakaian titik memang diwajibkan. Misalnya saja “d.a.” (dengan alamat) atau “u.p.” (untuk perhatian). Dalam Bahasa Inggris, contoh singkatan yang harus selalu memakai titik adalah “i.e.” (id est = yaitu) dan “e.g.” (exempli gratia = misalnya).

h. Angka-angka (figures): Semua angka, dari satu sampai sembilan harus ditulis dalam huruf. Sedangkan 10 (sepuluh) ke atas harus ditulis dalam angka, kecuali untuk angka tahun, harga, satuan moneter, satuan ukur, atau nomor alamat dan telepon. Nilai-nilai yang amat besar perlu lebih diperjelas dalam bentuk untaian huruf, misalnya satu juta.

i. Tanggal (dates): Gaya penulisan yang dianut oleh dunia pers (di negara-negara Barat, khususnya Inggris) adalah angka atau nama bulan disebutkan terlebih dahulu baru disusul dengan angka tanggal, misalnya (December 23). Namun ada juga beberapa koran yang menyebutkan tanggal lebih dulu, baru nama bulan. Tanggal tidak disertai dengan sufiks -st, -nd, -rd, maupun -th.

Jika siaran berita itu melaporkan suatu peristiwa, jangan sekali-kali memakai kata “baru-baru ini”, “hari ini”, “Senin depan”, atau kata-kata lainnya yang kurang jelas. Hal itu bisa membingungkan para editor. Setiap media punya jadwal terbit yang berlainan. Ada yang harian, mingguan, bulanan, dan seterusnya. Kalau waktu yang disebutkan tidak disertai dengan tanggal yang pasti, jelas akan menimbulkan masalah. Lagi pula, saat penulisan siaran berita tidak sama dengan saat publikasi.

Bisa jadi yang disebutkan “hari ini” pada siaran berita itu sebenarnya “seminggu yang lalu” pada saat siaran berita tersebut dipublikasikan oleh pers. Kata “baru-baru ini” bahkan menunjukkan bahwa berita yang bersangkutan sudah basi. Kalaupun kata “hari ini” mau dipakai, hendaknya disertai dengan tanggal persisnya di dalam tanda kurung.

j. Sambungan (continuations): Apabila siaran berita itu memerlukan lebih dari satu halaman maka tulislah kata “bersambung” atau “berlanjut ke halaman berikutnya” pada sudut kanan bawah. Setelah itu, pada ujung atas halaman-halaman selanjutnya berikanlah tanda tertentu yaang menunjukkan bahwa itu adalah halaman sambungan, misalnya “Mesin kopi baru - 2”. Jangan lupa membubuhkan nomor halaman setelah halaman pertama.

k. Tanda petik (quotation marks): Tanda petik (“...”) dibubuhkan untuk setiap kalimat yang dikutip secara langsung maupun tak langsung. Seperti telah disebutkan sebelumnya, dunia penerbitan memiliki gaya penulisan tersendiri. Sebagian di antara mereka ada yang mencantumkan tanda petik pada judul buku yang diterbitkannya. Hal yang sama juga sering kali dilakukan oleh perusahaan rekaman kaset yang memberi tanda petik pada nama album rekaman atau nama lagu-lagunya.

1. Larangan (embargo): Di sini, larangan atau embargo berarti suatu permintaan untuk tidak menerbitkan suatu cerita atau naskah sebelum tanggal dan saat tertentu. Namun, para editor tidak berkewajiban untuk mematuhi embargo tersebut, karena memang tidak ada peraturan atau kode etik yang mengaturnya.

Meskipun begitu embargo itu hendaknya dihormati, apalagi di dalam kondisi-kondisi tertentu. Misalnya saja embargo itu dimintakan atas dasar suatu peraturan bursa saham (yang melarang diedarkannya berita-berita yang akan dapat mengguncangkan harga-harga saham), adanya selisih waktu antarnegara (agar berita yang bersangkutan dapat tersiar dalam waktu bersamaan), atau karena si editor dipercaya menerima suatu informasi yang sebenarnya amat tertutup (seperti Buku Putih atau dokumen rahasia milik pemerintah) dengan syarat ia akan menyimpannya sampai batas waktu tertentu. Selain tidak bisa ditunda tanpa alasan khusus, penerbitan siaran berita juga tidak bisa dipercepat sesuai kehendak praktisi humas. la bahkan tidak perlu untuk mencantumkan catatan “Harap segera dipublikasikan”, karena siapa saja yang mengirim siaran berita ke pers pasti ingin dimuat. Kalau tidak, untuk apa dikirimkan?

m. Identitas penulis (authorship): Di akhir naskah siaran berita, penulis harus mencantumkan nama dan nomor teleponnya. Selain untuk menunjukkan identitas penulis, pencantuman nama dan nomor telepon tersebut sekaligus juga untuk menunjukkan bahwa naskah siaran berita itu sudah habis atau berakhir. Tujuan ketentuan ini adalah menghindarkan publikasi siaran berita yang dibuat oleh pihak-pihak yang sebenarnya tidak berwenang (kasus seperti ini pemah benar-benar terjadi di Nigeria).

Sebuah artikel feature (karangan yang berkenaan dengan human interest) tidak bisa disamakan dengan siaran berita, dan demikian pula sebaliknya. Kalau ada orang yang mengatakan bahwa artikel feature itu merupakan news release yang panjang maka orang tersebut salah besar. Keduanya merupakan materi editorial yang sama sekali berlaman. Gaya penulisan artikel feature sangat berbeda dari gaya penulisan atau pelaporan berita-berita khas surat kabar. Meskipun harus diakui bahwa prinsip-prinsip penyajian atau presentasinya lebih kurang memang sama, akan tetapi artikel feature berbeda dari siaran berita, terutama sekali dalam hal-hal sebagai berikut.

a. Artikel feature selalu lebih panjang sehingga menyita lebih banyak halaman.

b. Artikel feature bersifat eksklusif (terbatas untuk kalangan tertentu), sedangkan siaran berita disajikan bagi siapa’saja yang mau memanfaatkannya.

c. Artikel feature biasanya tidak perlu dan tidak akan diedit besar-besaran atau ditulis ulang seperti halnya siaran berita.

d. Nama penulisnya selalu ditonjolkan dan dinyatakan secara jelas sebagai penciptanya. Seandainya penulis berkeberatan narnanya dicantumkan maka nama direktur pengelola media yang bersangkutan akan dipasang sebagai penggantinya.

e Berbeda dari siaran berita, hal-hal pokok dalam artikel feature tidak “diumbar” pada paragraf pertama. Biasanya tulisan pada paragraf pertama artikel tersebut sengaja dibuat guna menggugah minat para pembaca untuk mencari inti kandungan artikel tersebut secara keseluruhan. Namun, tulisan awal itu bukan sekadar kata pendahuluan seperti di dalam esai.

f Kalau gaya penulisan siaran berita cenderung lugas dan dingin karena semata-mata menyajikan informasi faktual maka sebuah artikel feature selalu dapat ditulis secara imajinatif, mungkin dibumbui dengan anekdot, lelucon sindiran, pertanyaan, sitiran, kutipan dari suatu wawancara, contoh-contoh, serta paparan pengalaman dan pendapat pribadi. Kosakatanya biasanya lebih kaya meskipun ungkapan-ungkapannya cenderung berlebihan.

g. Masa baca artikel feature biasanya jauh lebih lama daripada siaran berita. Tidak seperti siaran berita, artikel-artikel feature juga diperlakukan lebih baik di perpustakaan, diindeks, dan terkadang menyatu dengan kepustakaan subjek tertentu. Masa bacanya makin panjang jika dicetak ulang, baik melalui direct mails shots (penerbitan ulang jarak jauh, yakni mengadakan penerbitan atas dasar permintaan, dan artikel itu akan langsung dikirimkan kepada para pemesan); melalui unit penjualan; atau melalui penyebaran ke berbagai toko dan pameran buku. Informasi yang termuat di dalamnya sengaja tidak dibatasi oleh tanggal agar bisa bertahan hingga bertahun-tahun.

Produksi artikel-artikel feature dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain sebagai berikut.

1. Ditulis langsung oleh para petugas humas yang biasa menangani jurnal internal.

2. Ditulis oleh seorang penulis freelance yang sengaja direkrut untuk keperluan penulisan artikel.

3. Ditulis oleh seorang penulis freelance, tetapi kemudian diatasnamakan kepada pimpinan organisasi, direktur utama perusahaan, atau pejabat lainnya.

4. Hasil olahan dari makalah atau pidato pimpinan atau tokoh organisasi.

5. Hasil kerja konsultan humas.

6. Hasil peninjauan atau kunjungan langsung ke suatu fasilitas atau unit organisasi yang dilakukan oleh seorang jurnalis.

Penulisan artikel feature memerlukan cukup banyak waktu. Pertama-tama, idenya harus diciptakan terlebih dahulu. Beberapa hal yang sering melandasi Penulisan artikel feature, apabila dikaitkan dengan tujuan humas, antara lain adalah usaha untuk memperoleh dukungan dan pemahaman khalayak atas produk barang atau jasa tertentu. Setelah idenya diperoleh, si penulis harus mengadakan negosiasi dengan editor dari media yang diharapkan akan memuat artikel tersebut. Untuk menulis sebuah artikel, subjeknya perlu diteliti secara mendalam, dan hal itu meliputi serangkaian perjalanan observasi, wawancara dan investigasi secara langsung. Setelah itu barulah penulisannya mulai dilakukan.

Artikel itu harus segera diserahkan kepada editor sesuai dengan waktu, yang telah ditetapkan agar jangan sampai terlambat naik cetak. Keseluruhan proses tersebut memakan waktu dan biaya yang tidak sedikit. Akan tetapi begitu artikel tersebut berhasil dipublikasikan, apalagi jika yang memuatnya adalah media atau jurnal terkemuka maka organisasi pembuatnya akan memperoleh lebih banyak manfaat daripada yang diterimanya dari penerbitan siaran berita. Selain itu, karena sejak awal rancangan naskah dari artikel feature tersebut sudah sering dibahas dan dinegosiasikan, ia tidak akan banyak diutak-atik oleh editor.

Kemudian ada pula yang disebut artikel sindikasi. Artikel-artikel sindikasi (syndicated articles) memang tidak eksklusif, namun mengandung kelebihan tersendiri karena dimuat di lebih dari satu jurnal: Meskipun demikian, hendaknya artikel tersebut tidak diberikan ke dua atau lebih jurnal yang sejenis atau yang bersaing ketat satu sama lain. Contohnya adalah artikel tentang pariwisata yang dimuat di sejumlah koran sore yang terbit di berbagai kota yang berlainan (sehingga antara koran yang satu dengan yang lain tidak merupakan saingan). Distribusi artikel sindikasi berbeda dari siaran berita. Sebelum artikel tersebut dikirim, sebaiknya ringkasan atau sinopsisnya dikirim terlebih dahulu kepada para editor dari media-media yang dituju untuk memperoleh persetujuan atau kepastian pemuatannya.

Dalam mengajukan suatu ide, praktisi humas harus memastikan bahwa segala informasi yang diperlukan benar-benar sudah cukup akurat, kesan iklan ada dalam taraf minimal, serta semua izin yang sekiranya diperlukan (misalnya dari tokoh yang ucapannya hendak dikutip) sudah diperoleh. Bila semua syarat itu telah terpenuhi maka ia benar-benar siap menulis, kecuali jika ia masih ingin merundingkan soal honor. Ada beberapa jurnal yang memang menyediakan honor bagi para penulis yang mampu membuat artikel-artikel humas yang baik.

5. Acara-Acara Pers

Secara umum, terdapat tiga macam peristiwa atau acara pers (press events).

Yakni sebagai berikut.

a Konferensi pers (press conference): Ini adalah sebuah pertemuan para jurnalis yang sengaja berkumpul untuk mendapatkan informasi perihal topik yang tengah hangat dibicarakan. Biasanya acara ini diselenggarakan secara mendadak, dan tempatnya pun seadanya. Jangan berharap akan memperoleh aneka fasilitas kenyamanan dalam acara pers seperti ini. Segala akomodasi atau jamuan boleh dikatakan minim. Konferensi pers bahkan sering kali berlangsung di ruangan tunggu bandar udara, segera setelah tokoh yang ditunggu-tunggu baru saja turun dari pesawatnya. Jika Anda adalah seorang jurnalis yang sering kali terlibat dalam acara-acara pers seperti ini, sebaiknya Anda menjalin hubungan dekat dengan petugas humas bandara.

b. Resepsi pers (press reception): Acara kalangan pers yang satu ini biasanya lebih menyenangkan, lebih terencana dan terorganisir. Dalam acara resepsi ini, para jumalis diundang untuk meliput suatu acara, mendengarkan keterangan-keterangan resmi, atau sekadar bercakap-cakap guna mendekatkan hubungan antara para jurnalis dengan organisasi yang bertindak sebagai pihak penyelenggaranya. Acara ini senantiasa disertai dengan jamuan, entah itu berupa makan siang atau makan malam. Presentasinya sendiri acap kali disertai dengan suatu demonstrasi dan dilakukan dengan bantuan peralatan audiovisual. Penyelenggaraan acara resepsi pers ini memerlukan suatu persiapan tersendiri secara cermat selama beberapa minggu atau bahkan beberapa bulan sebelumnya.

c. Kunjungan pers (facility visit): Seorang jurnalis atau sekelompok wartawan acap kali diundang guna mengunjungi sebuah pabrik, menghadin acara pembukaan kantor baru yang disusul dengan peninjauan bersama, atau acara demonstrasi produk baru. Acara ini juga disertai dengan fasilitas transportasi, jamuan, dan terkadang akomodasi menginap barang satu malam (apabila tempatnya di luar kota atau bahkan di luar negen).

Meskipun konferensi pers lebih sederhana bila dibandingkan dengan kedua acara pers lainnya, akan tetapi ketiga-tiganya harus memiliki nilai berita (news value) yang baik serta dikelola atau diselenggarakan secara sungguh-sungguh. Acara resepsi pers yang acak-acakan sama sekali tidak bisa dimaafkan, karena hal itu merupakan sesuatu yang sangat penting demi terciptanya hubungan pers yang baik. Guna menyelenggarakan suatu acara pers dengan baik, setiap praktisi humas harus memperhatikan segala aspek persiapan serta pelaksanaannya. Berikut ini disajikan beberapa hal pokok yang harus senantiasa diperhatikan.

a. Rencana penyelenggaraan resepsi harus digodog secara matang jauh-jauh hari sebelumnya. Pilihlah tanggal dan saat yang akan memungkinkan hadirnya sebanyak mungkin kalangan pers, agar sesuatu yang hendak disampaikan pada acara tersebut bisa memperoleh publikasi positif yang maksimal dan dapat langsung dipublikasikan dalam waktu cepat.

b. Pilihlah gedung atau bangunan yang representatif serta strategis. Perhatikan segala macam aspeknya, mulai dari kemudahannya dijangkau dengan kendaraan umum sampai dengan kapasitas ruang parkirnya.

c. Cantumkan jadwal acara secara jelas dan rinci pada kartu undangan.

d. Kirimkanlah undangan-undangan tersebut dengan atas nama individu (bukan atas nama lembaga atau nama medianya) dalam waktu yang cukup longgar, kira-kira dua minggu sebelum acara pers itu berlangsung. Usahakan agar setiap tokoh yang diundang akan dapat memberi jawaban mengenai kesediaannya untuk hadir (misalnya dengan menyediakan saluran telepon khusus). Ini akan membantu petugas humas yang bertindak sebagai panitia penyelenggara untuk mengetahui jumlah tamu yang akan hadir, dan mencari pengganti bagi mereka yang terriyata berhalangan.

e. Pastikan bahwa segala hidangan cukup memuaskan. Dalam acara-acara seperti ini, makanan biasanya lebih penting daripada minuman.

f. Persiapkan waktu dan peralatan bicara dengan saksama, mulai dari VCR, perangkat TV, overhead projector, sound system, layar peraga, sampel, foto- foto, panel-panel, dan sebagainya.

g. Sediakanlah informasi pers yang memadai, namun jangan timbuni para tamu dengan aneka rupa materi yang kelewat banyak, apalagi yang tidak relevan. Apa yang mereka butuhkan adalah tulisan singkat dan foto-foto menarik yang bisa mereka kantungi dengan mudah. Kalau panitia ingin memberikan materi lain, pajang saja di meja resepsionis agar mereka bisa memilihnya sendiri.

h. Identifikasikan setiap tamu dengan papan nama kecil di dada agar mereka mudah dikenali. Sebaiknya warnanya dibuat berbeda dari yang dikenakan oleh para petugas penyelenggara atau pihak tuan rumah.

i. Jangan terlalu banyak berbasa-basi, dan taatilah jadwal yang telah disusun. Jurnalis adalah orang yang sibuk. Di kota-kota besar seperti London, dalam satu malam bisa berlangsung lebih dari satu acara resepsi pers. Ini menambah arti penting persiapan dan kualitas materi yang hendak disampaikan. Kalau memang terpaksa memilih, para jumalis pasti akan memilih acara resepsi pers yang sekiranya menawarkan liputan yang lebih baik. Sedangkan para editor berskala nasional cenderung menghadiri semua undangan agar jangan sampai ketinggalan berita, namun mereka akan membatasi waktu kehadirannya di masing-masing acara sehingga mereka bisa mengikuti semuanya.

j. Kerahkan para petugas secukupnya sebagai tuan rumah dan rekan bicara bagi para tamu. Akan tetapi, jangan sampai jumlah mereka malah lebih banyak daripada jumlah tamunya.

k. Jangan campurkan para jurnalis dengan tamu-tamu lain, misalnya konsumen. Anda juga harus berhati-hati jika hendak mengundang rekanan bisnis atau pihak-pihak luar lainnya, karena Anda tidak bisa mengendalikan apa yang akan mereka sampaikan seandainya mereka ditanyai oleh para jurnalis tersebut.

Sebagai kesimpulan dapat dikemukakan bahwa inti hubungan pers adalah proses memberi dan melayani, bukannya meminta sesuatu, kepada kalangan pers yang harus dijalani oleh para petugas humas. Meskipun demikian, itu tidak berarti para praktisi humas tidak menerima apa-apa sama sekali. Apa yang diterima oleh para praktisi humas memang lebih abstrak, namun tidak kalah pentingnya, yakni suatu mitra yang akan dapat menunjang berbagai macam kegiatan humas dalam rangka mencapai tujuan-tujuan kehumasan. Kalangan media massa akan kehilangan banyak informasi berharga yang penting bagi khalayaknya. Jadi sebenarnya para praktisi humas itu membantu para editor dan penerbit dalam rangka melaksanakan tugas-tugasnya. Dengan menyajikan segala bantuan kepada kalangan pers, para praktisi humas akan dapat memetik manfaat berupa dukungan dan berbagai kemudahan dalam menyebarkan berbagai pesan humas demi menciptakan pengetahuan dan pemahaman khalayak mengenai segala aspek organisasinya.

dari : Teori dan Profesi Kehumasan, M Linggar Anggoro

Google